Minggu, 12 Juli 2009

Turki Tuding Ada Genosida di Balik Kerusuhan Urumqi


URUMQI - Genap sepekan sudah kerusuhan etnis pecah di Kota Urumqi, Provinsi Xinjiang, Tiongkok. Tapi, bukannya kian reda, jumlah korban konflik malah terus bertambah.

Seperti dilansir kantor berita Xinhua, otoritas setempat menyatakan bahwa jumlah korban tewas bertambah dari 156 menjadi 184 orang. Yang terluka seribu orang lebih. Menurut versi pemerintah, sebagian besar yang meninggal berasal dari etnis Han.

"Sebanyak 137 korban tewas berasal dari etnis mayoritas Han. Sedangkan 46 lainnya Uighur dan seorang yang lain dari etnis muslim Hui ," terang Xinhua yang mengutip keterangan resmi dari otoritas regional kemarin (11/7).

Namun, pengumuman penambahan jumlah korban meninggal itu menuai banyak protes. Komunitas Uighur di Urumqi dan di belahan dunia lain meragukan validitas pernyataan resmi pemerintah tersebut. Menurut mereka, jumlah korban terutama dari pihak Uighur jauh di atas angka yang disebutkan.

Rebiya Kadeer, ketua organisasi proindependen World Uighur Congress yang berbasis di Amerika Serikat, yakin bahwa jumlah warga Uighur yang tewas dalam kerusuhan Minggu (5/7) jauh di atas 184 orang. "Saya yakin, jumlah korban tewas lebih dari 500 orang. Pemerintah sengaja merahasiakan jumlah yang sebenarnya untuk menutupi aksi pembunuhan oleh pasukan keamanan," papar aktivis 62 tahun itu seperti dilansir Associated Press kemarin.

Bahkan, Perdana Menteri (PM) Turki Recep Tayyip Erdogan menyamakan kerusuhan itu dengan genosida alias pembersihan etnis. "Karena itu, kami mengimbau pemerintah Tiongkok tidak hanya menjadi penonton. Jelas sudah terjadi kekerasan di sana," tandas pemimpin 55 tahun tersebut.

Turki dan Uighur memiliki latar belakang etnis dan budaya yang cukup erat. Sehari-hari, bahasa percakapan warga Uighur adalah bahasa Turki. Maka, tidak heran jika kerusuhan di Urumqi mengundang perhatian serius pemerintahan Erdogan.

Sementara itu, dalam pernyataan tertulisnya, otoritas regional di kawasan barat laut Tiongkok tersebut tidak merinci keterangan tentang korban tambahan tadi. Hanya, sebanyak 28 korban tewas yang baru dikonfirmasikan kemarin itu diyakini berasal dari etnis Uighur. Tapi, tidak jelas apakah mereka tewas dalam serangan balasan etnis Han Selasa lalu (7/7) atau karena luka parah yang diderita dalam kerusuhan Minggu lalu.

Seiring bertambahnya jumlah korban tersebut, pasukan paramiliter terus disiagakan di seluruh penjuru ibu kota Provinsi Xinjiang tersebut. Sebagian besar di an tara mereka menyandang senjata otomatis dan perisai antihuru-hara serta memblokade seluruh akses menuju kawasan hunian etnis Uighur. Sebagian lainnya berpatroli keliling dalam kelompok-kelompok. Masing-masing terdiri atas 30 orang. Sambil berpatroli, pasukan paramiliter itu mendendangkan slogan-slogan kerukunan etnis.

Di sisi lain, pemerintah setempat kembali memberlakukan jam malam di Urumqi. Penduduk kota berpopulasi 2,9 juta jiwa yang mayoritas adalah etnis Han itu pun diimbau untuk tidak meninggalkan rumah jika tidak punya ke perluan penting.

Koresponden BBC di kota tersebut, Quentin Sommerville, mengatakan bahwa jam malam kembali diberlakukan tepatnya mulai Jumat (10/7) pukul 19.00 waktu setempat (pukul 18.00 WIB). "Dua hari sebelumnya, pemerintah mencabut jam malam karena keamanan dianggap sudah kondusif," ujarnya seperti dikutip Agence France-Presse.

Meski Xinhua melaporkan bahwa aktivitas harian warga sudah mulai pulih, situasi Urumqi masih tegang. Sejumlah toko dan tempat-tempat umum tetap tutup. Hingga kemarin, sedikitnya 1.400 warga ditangkap. (hep/ttg)

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog List

Hello

Keinet © 2008 Business Ads Ready is Designed by Ipiet Supported by Tadpole's Notez